BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertiroidisme merupakan penyakit endokrin yang dalam
hal prevalensi menempati urutan kedua sesudah Diabetes Mellitus, adalah satu
kesatuan penyakit dengan batasan masalah yang jelas dan penyakit Graves menjadi penyebab utamanya. Hipertiroidisme
menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan insidensnya
akan memuncak dalam dekade usia ketiga serta
keempat, keadaan ini dapat timbul setelah terjadi syok emosional, stress
atau infeksi tetapi makna hubungan ini yang tepat belum dipahami.
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang
ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti
oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme
mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi
kelenjar tiroid itu sendiri.
Baik hipertiroidisme maupun hipotiroidisme
merupakan penyakit yang menimbulkan gangguan pada fungsi metabolik dan endokrin
dari individu, keduanya juga mempunyai manifestasi klinik masing-masing yang
berakibat pada ketidakseimbangan dari tubuh.
Dengan adanya berbagai masalah yang dapat
ditimbulkan dari keadaan hipertiroidisme dan hipotiroidisme, maka sangat
penting bagi kita sebagai seorang tenaga keperawatan bisa menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif dan tepat pada klien dengan gangguan
hipotiroidisme dan hipertiroidisme.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar
mahasiswa mampu memahami dan memberikan konsep Asuhan Keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem endokrin dari metabolik (hipotiroid dan hipertiroid)
Tujuan
khusus dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
1.
Mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi dan manifestasi klinik
klien dengan gangguan hipotiroid dan hipertiroid.
2.
Melakukan pengkajian, menentukan diagnosa
keperawatan dan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
hipotiroid dan hipertiroid.
C. Batasan Makalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis memberikan
batasan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
hipertiroid dan hipotiroid.
BAB II
LANDASAN KEPERAWATAN
A. KONSEP HIPERTYROIDISME
1. Pengertian
Hipertyroidisme
merupakan keadaan tyrotoksikosis yang disebabkan oleh hiperfungsi hormon tyroid
oleh kelenjar tyroid sehingga hormon tyroid berlebihan dalam sirkulasi darah
(Haznam, 1991).
Hipertyroidisme
merupakan sekresi hormon tyroid yang berlebihan yang dimanifestasikan melalui
peningkatan kecepatan metabolisme (Brunner & Suddert, 2000).
Hipertiroid
adalah ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon
tiroid yang berlebihan (Doengoes,2000).
Hiperrtiroid
dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan (Price,1995)
2. Etiologi
Pengeluaran
hormon tyroid yang berlebihan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tyroid
oleh immunoglobulin dalam darah. Penyebab lain hipertyroidisme dijumpai pada
tyroiditis dan penggunaan hormon tyroid yang berlebihan (Brunner & Suddert,
2000).
Immunoglobulin
yang merangsang tyroid mungkin diakibatkan karena kelainan immunitas yang
bersifat hereditas yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat
bertahan dan berkembang biak dan mensekresi immunoglobulin stimulator sebagai
respon terhadap beberapa faktor perangsang (Price,1995).
Hipertiroidisme
juga disebabkan adanya adenoma setempat (tumor) yang tumbuh di dalam jaringan
tiroid dan mensekresikan benyak sekali tiroid (Guyton dan Hall,1997).
3. Klasifikasi
a. Penyakit Graves
Penyebab
tersering penyakit hypertyroidisme adalah suatu penyakit autoimun yang biasanya
ditandai oleh produksi antibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar
tyroid. Dalam serum pasien ini ditemukan Antibodi Immunoglobulin (IgG). Anti
bodi ini agaknya bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid.
Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid
tanpa tergantung dari TSH Hipofisis, yang dapat mengakibatkan hipertiroid.
Imunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatkan karena suatu
kelainan imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompokan limfosit
tersebut bisa bertahan, berkembang biak dan mensekresi imunoglobulin stimulator
sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang. Respon imun yang sama
agaknya bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien
tersebut. Penyebab penyakit Graves tidak
diketahui, namun tampaknya terdapat predisposisigenetik terhadap penyakit
autoimun. Yang paling sering terkena adalah wanita berusia 20an sampai 30 tahun.
b. Gondok Noduler Toksik
Adalah
peningkatan ukuran kelenjar tyroid akibat peningkatan kebutuhan hormon tyroid,
yang terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi
pada pubertas atau kehamilan. Dalam hal ini peningkatan hormon tyroid
disebabkan oleh pengaktifan hypotalamus yang didorong oleh proses metabolisme
tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan
berkurang, ukuran kelenjar tyroid kembali normal. Kadang terjadi perubahan yang
irreversibel dimana kelenjar tidak dapat mengecil. Kelenjar yang membesar
walaupun tidak selalu tetap memproduksi hormon tyroid dalam jumlah berlebihan.
Bila individu yang bersangkutan mengalami hypertyroid maka keadaan inilah yang
disebut Gondok Noduler Toksik.
c. Tirotoksikosis
Adalah
merupakan temuan klinis fisiologis dan biokimiawi yang dihasilkan saat jaringan
terpajan dan memberikan respon terhadap hormon tiroid yang berlebihan. Penyakit
ini mengarah pada pertahanan over produksi hormon oleh kelenjar tiroid itu
sendiri. Hiperfungsi kelenjar dihasilkan secara bervariasi dari sekresi TSH
yang berlebihan. Tirotoksikosis dibagi menjadi 2 yang pertama kelainan yang
disebabkan oleh hipertiroidisme dan kelainan yang tidak disebabkan hipertiroid
dan yang membedakan adalah dengan pemeriksaan RAIU ( radioaktif iodin uptake).
4. Manifestasi klinis
a. Penyakit graves
Pada
penyakit graves terdapat 2 kelompok gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal
dan keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi, takhikardi, diare dan
kelemahan serta atrofi otot. Pada ekstratiroidal berupa oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang biasanya pada tungkai bawah. Oftalmopati yang
ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra
melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti
gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan otot-otot mata
diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast dan se-sel plasma yang mengakibatkan
eksoftalmoa (proposis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan
ekstraokuler (Price,1995).
b. Penyakit Goiter nodular
toksik
Pada
pasien-pasien ini hipertiroidisme timbul
secara lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves . Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal
jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula
memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot.
Biasanya ditemukan goiter multinoduler pada pasien-pasien tersebut yang berbeda
dengan pembesaran tiroid difus pada penyakit Graves .
Penderita mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura
palpebra, kedipan berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan.
Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis infiltratif seperti yang
terlihat pada penyakit Graves .
c. Tirotoksikosis
Manifestasi
yang sering ditemukan meliputi kegelisahan, labilitas emosi, tidak dapat tidur,
tremor, pergerakan usus yang sering, keringat yang berlebihan dan intoleransi
terhadap panas. Kehilangan berat badan bisa terjadi jika ada prnurunan nafsu
makan, kelemahan otot proksimal. Pada perempuan pramenopause terjadi
oligomenore dan amenore. Tanda okuler meliputi pandangan membelalak yang khas
dengan fisura palpebra yang melebar, pengejapan mata yang jarang, kelelahan
kelopak mata dan kegagalan mengernyitkan alis pada pandangan ke atas. Dispnea,
palpitasi dan anginapektoris atau kegagalan jantung bisa terjadi. Gejala
neurologik mendominasi gambaran klinis pada individu yang lebih muda sedangkan
gejala kardiovaskuler dan miopati menonjol pada pasien yang lebih tua.
5. Evaluasi diagnostik
a.
Pengukuran langsung konsentrasi tiroksin
dalam plasma dengan menggunakan cara pemeriksaan radioimunologik yang tepat.
Tiroksin serum pada hipertiroid meningkat.
b.
Pemeriksaan uji kecepatan metabolisme
basal biasanya meningkat sampai +30 hingga +60 pada hipertiroid berat.
c.
Pemeriksaan konsentrasi TSH di dalam
plasma dikur dengan radioimunologik. Pada tipe tirotoksitosis yang biasa,
sekresi TSH oleh hipofise anterior sangat ditekan secara menyeluruh oleh
sejumlah besar tiroksin triiodotironin yang sedang bersirkulasi sehingga hampir
tidak ditemukan TSH dalam plasma.
d.
Konsentrasi TSI diukur dengan
radioimunologik, TSI normalnya tinggi pada tirotoksitosis tetapi rendah pada adenoma
tiroid.
Pemeriksaan
penunjang lain adalah
Ø Sinar X
dada.
Ø Test
fungsi dada.
Ø TLC (Test
Lung Capacity).
Ø FEV :
rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkhitis
dan asma.
Ø AGD
(Analisa Gas Darah).
Ø Bronkogram
Ø JDL dan
differensial : Hb dan eusinofil meningkat.
Ø Kimia
darah
Ø EKG
6. Penatalaksanaan
a.
Farmakoterapi
Dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi sintesis tyroid serta preparat yang
mengendalikan manifestasi hipertyroidisme (Propiltiourasil / Propacil / PTU,
Metimazol / Tapazol). Obat-obat ini diberikan dalam jangka panjang paling
sedikit 1 tahun.
b.
Penyinaran atau radiasi
Panyinaran
atau radiasi yang meliputi penggunaan radioisotop 1 (131 / 125) untuk
menimbulkan efek destruktif pada kelenjar tyroid.
Dengan
Iodium Radioaktif dengan penyuntikan sebanyak 5 milicurie diharapkan didalam
kelenjar bahan ini merusak sel-sel sekretoris kelenjar tiroid.
c.
Bedah / operatif
Pembedahan
dengan mengangkat sebagian kelenjar tyroid. Sebelum dilakukan pembedahan
diberikan terapi propiltiourasil yang biasanya diberikan beberapa minggu.
Terapi yang dilakukan tergantung dari
penyebab hipertiroidisme yang mungkin memerlukan gabungan dari semua terapeutik
diatas (Brunner & Suddert, 2000).
Penatalaksanaan
keperawatan basa difokuskan pada pencegahan kompliksasi, memperbaiki status
nutrisi asupan cairan karena adanya diare harus diperhatikan, meningkatkan
tindakan koping karena kekhawatiran pasien dan meningkatkan harga diri dengan
adanya perubahan citra tubuh dan perubahan nafsu makan.
7. Pemeriksaan kelenjar tiroid:
Kelenjar
tiroid diinspeksi dan dipalpasi secara rutin pada semua pasien.
Identifikasi daerah anatomis spesifik
diperlukan untuk menjamin pengkajian yang akurat. Daerah leher bagian bawah
antara otot-otot sternokleidomastoideus diinspeksi untuk melihat apakah
terdapat benjolan di sebelah anterior atau tampak asimetris. Pasien diminta
untuk dedikit mengekstensikan lehernya dan menelan. Normalnya jaringan tiroid
akan bergerak naik jika pasien menelan. Kemudian dilakukan palpasi tiroid untuk
menentukan ukuran, bentuk, konsisitensi, kesimetrisan adanya nyeri tekan.
Pemeriksa
harus melakukan pemeriksaan bagian ini baik dari posisi anterior maupun
posterior. Palpasi kelenjar tiroid dapat dilakukan secara efektif apabila
posisi pasien membelakangi pemeriksa dan pemeriksa melakukan prosedur ini
dengan menggunakan kedua belah tangan melingkari leher pasien. Ibu jari tangan
diletakkan pada bagian posterior leher, sementara jari telunjuk dan jari tengah
melakukan palpasi untuk meraba istmus tiroid serta permukaan anterior lobus
lateralis. Apabila teraba, daerah istmus
akan terasa sebagai bagian yang kenyal dengan konsistensi yang
menyerupai gelang karet.
Lobus
kiri diperiksa dengan menempatkan pasien dalam posisi leher sedikit fleksi ke depan
dan ke kiri. Kemudian kartilago tiroid didorong kekiri dengan jari-jari tangan
kanan. Gerakan ini akan menggeser lobus kiri kedalam muskulus
sternokleidomastoideus sehingga mudah dipalpasi. Lobus kiri lalu dipalpasi
dengan meletakkan ibu jari tangan kiri
kedalam bagian posterior muskulus sternokleidomastoideus, sementara
jari telunjuk dan jari tengah melakukan penekanan yang berlawanan dari bagian
anterior otot tersebut. Gerakan menelan pada saat dilakukan gerakan ini, dapat
membantu pemeriksa untuk menentukan lokasi tiroid pada saat kelenjar tersebut
naik dalam leher. Prosedur terhadap lobus kanan dikerjakan secara terbalik.
Istmus merupakan satu-satunya bagian tiroid yang dalam keadaan normal dapat
diraba. Jika pasien memiliki leher yang sangat kurus kadang-kadang dapat diraba
pula dua buah lobus yang tipis, licin dan tidak nyeri bila ditekan.
Apabila
kelenjar tiroid pada palpasi ditemukan membesar, auskultasi kedua lobus
dilakukan pada corong membran atetoskop. Auskultasi akan mengenali vibrasi
setempat yang terdengar seperti bruit. Gejala ini merupakan gambaran abnormal
yang menunjukkan adanya peningkatan aliran darah lewat kelenjar tiroid dan
mengharuskan perawat untuk segera merujuk pasien kepada dokter. Adanya nyeri
tekan, pembesaran, nodularitas dalam kelenjar tiroid juga memerlukan rujukan
untuk mendapatkan evaluasi tambahan.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
·
Riwayat penyakit dan pemeriksaan harus di
fokuskan pada proses timbulnya gejala yang berkaitan dengan metabolisme yang
meningkat.
·
Pemeriksaan fisik di fokuskan adanya
pembesaran tiroid, goiter dan edema non pitting terutama adanya pretibial.
·
Neuro Sensori : Laporan pasien dan
keluarga mengenai peningkatan reaksi emosional pasien, mudah tersinggung /
irrtabel, interaksi pasien dan keluarga, sahabat dan teman sekitarnya.
Bicaranya cepat dan parau, Gangguan status mental dan perilaku, seperti
bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor dan
koma.
·
Status nutrisi: adanya napsu makan
meningkat, makannya sering, kehausan, mual dan muntah. Kehilangan berat badan
mendadak.
·
Eliminasi, adanya diare dan urine dalam
jumlah banyak.
·
Aktifitas, adanya kelelahan berat, otot
lemah, gangguan koordinasi
·
Istirahat tidur adanya insomnia
·
Adanya nyeri orbital dan fotofobia
·
Seksualitas adanya penurunan libido,
hipomenore, amenorea, dan impoten.
·
Pernafasan, adanya frekuensi pernafasan
yang meningkat, takipnea, dispnea.
·
Perubahan penglihatan dan penampakan mata.
·
Pemeriksaan jantung : adanya palpitasi,
peningkatan TD.
2. Diagnosa keperawatan
a.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung b/d keadaan hipermetabolisme, meningkatnya beban kerja jantung,
perubahan arus balik vena dan tahanan vaskular sistemik, perubahan frekwensi,
irama dan konduksi jantung.
b.
Kelelahan b/d hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari syaraf karena gangguan kimia
tubuh.
c.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya metabolisme, mual, muntah, diare,
kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemi.
d.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
b/d perubahan mekanisme pelindung mata, kerusakan penutup kelopak mata /
eksoftalmus.
e.
Ansietas b/d faktor fisiologis, status
metabolik (stimulasi SSP), efek pseudo katekolamin dari hormon tyroid.
f.
Resiko tinggi kerusakan proses pikir b/d
perubahan fisiologis, peningkatan stimulasi SSP / mempercepat aktifitas mental,
perubahan pola tidur.
g.
Kurang pengatahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
h.
Kepercayaan diri terganggu b/d perubahan
penampilan, selera makan yang berlebihan dan penurunan BB.
i.
Perubahan suhu tubuh.
3. Rencana asuhan keperawatan
a.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung b/d keadaan hipermetabolisme, meningkatnya beban kerja jantung,
perubahan arus balik vena dan tahanan vaskular sistemik, perubahan frekwensi,
irama dan konduksi jantung.
·
Kriteria hasil
Mempertahankan
curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan ditandai dengan TTV stabil,
denyut nadi perifer normal, pengisian arteri normal, status mental baik, tidak
ada disritmia.
·
Intervensi
1)
Pantau TD pada posisi berbaring, duduk,
dan berdiri bila memungkinkan, perhatikan besar tekanan nadi.
R/.
Hipotensi umum / ortostatis terjadi akibat vasodilatasi prifer yang berlebihan
dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan efek kompensasi
peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
2)
Pantau CVP jika pesien menggunakannya.
R/.
Memberikan ukuran volume sirkulasi yang langsung dan akurat, mengukur fungsi
jantung secara langsung juga.
3)
Periksa kemungkinan adanya nyeri dada /
angina.
R/.
Adanya tanda peningkatan kebutuhan O2.
4)
Kaji nadi dan denyut jantung saat pasien
tidur.
R/.
Memberikan hasil yang lebih akurat untuk menentukan tachikardi.
5)
Auskultasi bunyi jantung (gallop, murmur).
R/. S1
dan murmur menonjol b/d curah jantung yang menigkat pada keadaan hipermetabolik
/ keadaan gagal jantung.
6)
Pantau EKG (kecepatan,irama jantung,
disritmia).
R/.Tachikardi
merupakan cerminan langsung secara stimulasi otot jantung oleh hormon tyroid.
7)
Auskultasi nafas (krekels).
R/. Tanda
awal kongesti paru, adanya gagal jantung.
8)
Pantau suhu, berikan lingkungan yang
sejuk, batasi penggunaan linen, kompres dengan air hangat.
R/. Demam
terjadi karena tyroid yang berlebihan menyebabkan dehidrasi.
9)
Observasi adanya tanda dehidrasi.
R/.
Dehudrasi yang cepat menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
10) Catat
masukan dan haluaran, catat pula BJ urine.
R/.
Kehilangan cairan banyak menimbulakn dehidrasi berat, urine pekat, BB menurun.
11) Timbang
BB tiap hari.
R/.
Aktifitas akan meningkatkan kebutuhan metabolik / sirkulasi yang berpotensi
menimbulkan gagal jantung.
12) Catat
riwayat asma, kehamilan, gagal jantung.
R/. Akan
mempengaruhi pilihan terapi.
13) Observasi
efek samping antagonis adrenergik.
R/.
Indikasi untuk menghentikan / meneruskan terapi.
14) Kolaborasi
ü
Beri cairan IV sesuai indikasi.
ü
Berikan obat sesuai indikasi.
ü
Pantau hasil laborat sesuai dengan
indikasi.
ü
Lakukan pemantauan EKG secara teratur.
ü
Lakukan sinar X dada.
ü
Berikan O2 sesuai indikasi.
ü
Beri terapi transfusi, dialisa (bila
perlu).
b.
Kelelahan b/d hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energi, peka rangsang dari syaraf karena gangguan kimia
tubuh.
·
Kriteria hasil
1)
Mengungkapkan secara bermakna peningkatan
energi.
2)
Menunjukkan kemampuan beraktifitas.
·
Intervensi
1)
Pantau TTV saat istirahat / aktifitas.
R/. Nadi
secara luas akan meningkat, saat istirahatpun mungkin ditemukan tachikrdi.
2)
Ciptakan lingkungan yang tenang, turunkan
stimulasi sensori, warna sejuk, musik santai.
R/.
Menurunkan stimulasi (agitasi dan hiperaktif).
3)
Sarankan pasien mengurangi aktifitas dan
tingkatkan istirahat.
R/.
Membantu melawan pengaruh peningkatan metabolisme.
4)
Berikan tindakan yang membuat pasien
nyaman (massage dan bedak sejuk).
R/.
Menurunkan energi dan meningkatkan relaksasi.
5)
Berikan aktifitas pengganti yang
menyenangkan dan tenang (membaca, nonton TV, mendengarkan radio).
R/.
Menggunakan energi secara konstruktif dan menurunkan ansietas.
6)
Hindari membicarakan topik yang
menjengkelkan dan mengancam pasien.
R/.
Peningkatan kepekaan SSP menyebabkan pasien mudah terangsang.
7)
Diskusikan dengan orang terdekat mengenai
kelelahan dan emosi yang tidak stabil.
R/.
Tingkah laku tersebut meningkatkan koping.
8)
Kolaborasi.
R/.
Berikan obat sesuai indikasi (sedatif).
c.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d meningkatnya metabolisme, mual, muntah, diare,
kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemi.
·
Kriteria hasil
Menunjukkan
BB yang stabil dengan nilai laborat normal dan terbebas dari tanda malnutrisi.
·
Intervensi
1)
Auskultasi bising usus.
R/.
Hiperperistaltik usus meningkatkan motilitas lambung yang menurunkan dan
mengubah fungsi arbsobsi.
2)
Kaji adanya anoreksia, kelemahan umum,
nyeri abdomen, mual dan muntah.
R/.
Peningkatan adrenergik mengganggu sekresi insulin sehingga terjadi
hiperglikemi, polidisi, poliuri, perubahan kecepatan dan kedalaman nafas.
3)
Anjurkan pasien banyak makan dengan tinggi
kalori dan mudah dicerna.
R/.
Menjaga pemasukan kalori cukup tinggi karena adanya hipermetabolik.
4)
Hindari makanan yang meningkatkan peristaltik
usus (the, kopi, dan makanan berserat) dan cairan yang menyebabkan diare (apel
dan jambu).
R/.
Peningkatan motilitas saluran cerna menyebabkan gangguan arbsobsi (diare).
5)
Kolaborasi.
ü
Konsul gizi untuk diet TKTP.
ü
Berikan obat sesuai indikasi (glukosa, B
kompleks dan insulin).
d.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
b/d perubahan mekanisme pelindung mata, kerusakan penutup kelopak mata /
eksoftalmus.
·
Kriteria hasil
1)
Mempertahankan kelembaban membran mukosa
mata dan terbebas dari ulkus.
2)
Mengidentifikasi tindakan memberikan
perlindungan pada mata dan mencegah komplikasi.
·
Intervensi
1)
Observasi odem periorbital, gangguan
penutupan kelopak mata, penyempitan lapang pandang, air mata berlebih, fotofobi
benda di luar mata dan nyeri mata.
R/.
Manipulasi stimulasi adrenergik b/d tyrotoksikosis.
2)
Evaluasi ketajaman mata, pandangan kabur /
ganda (diplopia).
R/.
Oftalmopati infiltrat akibat peningkatan jaringan retro orbita yang menciptakan
eksoftalmus.
3)
Anjurkan pasien menggunakan kaca mata
gelap ketika terbangun dan gunakan penutup mata saat tidur.
R/.
Melindungi kerusakan kornea bila pasien tidak dapat menutup mata dengan
sempurna.
4)
Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan
batasi garam bila ada indikasi.
R/.
Menurunkan odem jaringan (GJK) dimana memperberat eksoftalmus.
5)
Anjurkan pasien melatih otot mata extra
okuler.
R/.
Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan bola mata.
6)
Beri kesempatan pasien perubahan gambaran
tubuhnya.
R/.
Perubahan tubuh menyebabkan tidak percaya diri.
7)
Kolaborasi.
ü
Berikan obat sesuai indikasi (obat tetes
mata, prednison, anti tyroid dan diuretik).
ü
Siapkan pembedahan sesuai indikasi.
e.
Ansietas b/d faktor fisiologis, status
metabolik (stimulasi SSP), efek pseudo katekolamin dari hormon tyroid.
·
Kriteria hasil
1)
Pasien rileks.
2)
Ansietas berkurang sampai tingkat yang
dapat diatasi.
3)
Mengidentifikasi cara hidup sehat.
·
Intervensi
1)
Observasi tingkat prilaku adanya ansietas.
R/.
Ansietas ringan s/d berat ditunjukkan dengan prilaku yang bermacam-macam.
2)
Pantau respon fisik (palpitasi, tremor,
hiperventilasi dan insomnia).
R/.
peningkatan pengeluaran B-adrenergik dan kelebihan tyroid dari kelebihan
kateekolamin ketika epinefrin dalam keadaan normal.
3)
Bersama pasien mendiskusikan tentang
kekhawatiran.
R/.
Menegaskan bahwa meskipun perasaan pasien tidak terkontrol lingkungan tetap
aman.
4)
Jelaskan prosedur lingkungan sekitar
pasien.
R/.
Menurunkan distorsi persepsi yang menyebabkan ansietas.
5)
Bicara singkat dengan kata sederhana.
R/.
Rentang perhatian yang pendek dan konsentrasi yang berkurang membataasi
kemampuan mengasimilasi informasi.
6)
Kurangi stimulus dari luar.
R/.
Menciptakan lingkungan yang terapiutik.
7)
Diskuskan emosi yang stabil.
R/.
Memahami tingkah laku pasien dengan pendekatan yang berbeda.
8)
Kolaborasi.
ü
Beri obat anti ansietas (sedatif).
ü
Rujuk pada konseling (ahli agama dan
pelayanan sosial).
f.
Resiko tinggi kerusakan proses pikir b/d
perubahan fisiologis, peningkatan stimulasi SSP / mempercepat aktifitas mental,
perubahan pola tidur.
·
Kriteria hasil
1)
Mempertahankan orientasi realita.
2)
Mengenali perubahan dan faktor penyebab.
·
Intervensi
1)
Kaji proses pikir pasien (memori,
perhatian, orientasi, tempat, orang dan waktu).
R/.
Menentukan kelainan proses sensorik.
2)
Catat perubahan tingkah laku.
R/.
Kemungkinan pasien hiperwaspada dan berlanjut ke psikotik.
3)
Kaji tingkat ansietas.
R/.
Mengubah proses berpikir.
4)
Ciptakan lingkungan yang tenang.
R/.
Menurunkan stimulasi eksternal.
5)
Hadirkan realita secara terus menerus,
gamblang tanpa melawan pikiran yang tidak logis.
R/.
Membatasi reaksi yang menentang.
6)
Berikan jam, kalender, ruangan dengan
jendela, mengatur tingkat cahaya untuk menstimulasi siang dan malam.
R/.
Meningkatkan petunjuk operasi.
7)
Berikan tindakan yang aman (penghalang
tempat tidur dan supervisi yang ketat.
R/.
Mencegah trauma dari halusinasi dan disorientasi.
8)
Kolaborasi.
ü
Berikan obat sesuai indikasi (psikotik).
g.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
·
Kriteria hasil
1)
Pasien mengerti proses penyakit.
2)
Mengidentifikasi tanda dan gejala
penyakit.
3)
Memulai perubahan pola hidup dalam
berpartisipasi intervensi pengobatan.
·
Intervensi
1)
Tinjau ulang proses penyakit.
R/.
Memberi pengetahuan dasar kepada pasien.
2)
Beri informasi yang tepat.
R/. Berat
ringannya keadaan menentukan tindakan pengobatan.
3)
Diskusikan sumber dan faktor pencetus
krisis tyroid yang terjadi.
R/.
Psikologis sering menjadi faktor pencetus.
4)
Berikan informasi tentang perjalanan
penyakit secara teratur.
R/.
Pasien dengan pengobatan kemungkinan mengalami kekambuhan setelah 5 tahun.
5)
Diskusikan mengenai terapi obat yang
diberikan.
R/. Obat
anti tyroid pemberiannya dalam waktu yang lama.
6)
Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan pengawasan khusus.
R/.
Identifikasi adanya reaksi toksik.
h.
Kepercayaan diri terganggu b/d perubahan
penampilan, selera makan yang berlebihan dan penurunan BB.
·
Kriteria hasil
1)
Ungkapan secara verbal perasaan diri
sendiri dan sakit yang dialami.
2)
Menjelaskan perasaan frustrasi dan
kehilangan kontrol.
3)
Menjelaskan alasan meningkatnya selera
makan.
·
Intervensi
1)
Singkirkan benda-benda yang memperlihatkan
perubahan tubuhnya (cermin).
2)
Berikan motivasi pasien untuk mengembngkan
strategi efektif untuk mengatasi masalah.
3)
Buatkan jadwal makan untuk pasien, bila
pasien malu atur suasana agar tidak terlihat orang.
i.
Perubahan suhu tubuh.
·
Kriteria hasil
1)
Suhu mejadi normal.
·
Intervensi
1)
Menjaga kamar pasien tetap sejuk dan
nyaman.
2)
Sediakan air mandi, minuman yang sejuk.
3)
Pantau suhu tubuh pasien secara teratur.
4)
Kompres dingin bila perlu
4. Implementasi
Pelaksanaan
adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan dilanjutkan pada
Nursing Order untuk membantu klien mancapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor kekurangan yang terjadi saat tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pada pasien hipertiroid evaluasi bisa
yang diharapkan adanya perbaikan status nutrisi, memperlihatkan koping yang
efektif dalam menghadapi keluarga, sahabat dan teman. Mencapai peningkatan
diri, mempertahankan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapat komplikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar